Sinopsis :
Suara
gemuruh petir bersahut-sahutan diiringi dengan derasnya hujan hingga seluruh
jalan dibasahi oleh genangan air. Suasana jalan pinggir kota sepi mengingat
malam bertambah larut toko maupun cafe yang biasa terang kini tidak menampakkan
cahaya sedikitpun, ditambah dengan kondisi cuaca buruk hingga tak ada cahaya
lampu. Jalanan yang biasanya ramai kini sepi hanya sedikit orang di jalan
setapak berlalu lalang.
Di
sebarang jalan kedai teh seseorang dengan jas hujan bertudung mendekat ke arah
kedai. Cahaya remang-remang bongkahan lilin dari kaca kedai mengalihkan
perhatiaan orang tersebut, hingga ia melangkahkan kakinya dengan pasti menuju
arah kedai. Sampai di depan pintu masuk ia melepaskan tudungnya menampakkan
wajah lelaki muda dengan kulit putih pucat gemetar karena kedinginan.
Dia
menanggalkan jas hujan yang dikenakannya dan masuk kedalam, pemilik kedai langsung
menghampirinya.
“Adek
kehujanan mari duduk”ucap pemilik kedai, wajah khawatirnya diterangi satu lilin
yang ia pegang.
“Terimakasih
nek saya lihat hanya kedai teh ini yang buka. Saya berniat menghangatkan badan
sebentar”lelaki tersebut mengikuti pemilik kedai sambil menjelaskan keadaannya.
“Silahkan
bernaung di sini sebentar, pesan teh apa
?”tawar pemilik kedai menyodorkan buku menu yang ada di meja pelanggan.
Pemuda
tersebut melihat buku menu dan mulai memesan”Saya ingin roti bakar madu satu
nek, untuk tehnya terserah”
“Baik
sebentar ya dek”
Mata
pemuda tersebut bergerak meliat setiap inci ruang kedai teh yang di dominasi
oleh lapisan kayu”Jika saja tulisan kedai teh di luar itu tidak ada, orang akan
berpikir kedai ini tokoh barang antik”ia bergumam kecil.
Tak
lama kemudian pemilik kedai tiba dengan nampan yang ia pegang, tangannya
bergerak meletakkan secangkir teh lalu roti di atas meja.
“Wah..
warna teh ini merah belum pernah saya melihat yang seperti ini”mata pemuda
tersebut menatap kagum air seduhan teh di dalam cangkir.
“Itu
adalah teh merah atau bisa juga disebut dengan teh hitam, ini akan membantu
adek untuk menghangatkan badan”ucap pemilik kedai sedangkan pemuda tersebut
mengangguk-nganggukkkan kepalanya mendengar penjelasan.
Tak
ingin menunggu teh itu dingin pemuda tersebut langsung meminumnya dan
membenamkannya cukup lama di bibirnya hingga tidak tersisa setetespun di dalam cangkir.
“Benar menghangatkan dan..”pemuda tersebut
menggantungkan ucapannya dengan muka sedikit keheranan.
“Jika
tidak ada yang dibutuhkan saya permisi dek”ucap pemilik kedai menyela.
“Tunggu
nek”
“Iya
?”
“Emm
saya rasa e.. saya butuh teman untuk bercerita, jika nenek berkenan bisa temani
saya di sini”pintanya dengan sedikit tergagap.
“Baiklah
boleh”pemilik kedai menyetujui permintaan tersebut ia tersenyum dan melanjutkan
perkataannya”sepertinya ada banyak hal yang adek ingin ceritakan”
Pemilik
kedai duduk di depan pemuda tersebut, ia mengangkat teko dan mengisikan ulang
teh ke dalam cangkir pemuda tersebut.
“Terimakasih
nek”
“Adek
bekerja sebagai OB ya ?”
“A..
iya nek” jawab pemuda tersebut sambil melihat kaos seragam kerjanya.
“Sampai
larut malam kerja dek ?”
“Iya
nek sekaligus ada beberapa hal yang harus saya lakukan di rumah sakit”
“Bukankah
melelahkan bekerja sampai malam dek ?”
“Ya
mau bagimana lagi nek semua demi ibu saya”pemuda tersebut terseyum getir sambil
menundukkan kepalanya lalu seketika ia melemparkan pertanyaan kepada pemilik
kedai”saya punya pertanyaan nek dan inggin mendengar pendapat nenek boleh kan
?”
“Tentu
saja boleh”
“Begini
nek saya mempunyai seorang teman, dia bekerja sebagai apoteker suatu ketika dia meghadapi kenyataan bahwa ibunya
mengalami penyakit keras dan dokter mengatakan umurnya tidak akan lama lagi.
Akan tetapi bertepatan dengan itu rekan kerjanya mengatakan bahwa ada pembuatan
obat baru harganya sangat mahal, dan kebetulan obat itu khusus untuk penyakit
seperti yang di derita ibu apoteker itu em..”pemuda tersebut menggantungkan
ucapannya ragu untuk melanjutkan ceritanya.
“Lalu
setelah itu ?”tanya pemilik kedai.
Jari
pemuda tersebut bergerak cemas dia meraih teh didepannya dan meneguknya degan
cepat mengatasi rasa gugupnya, hingga ia mulai bercerita lagi”Emm.. begini nek
si apoteker hanya punya uang separuh harga obat tersebut, dia sudah mencari kemanapun
uang tambahan namun tidak kian mendapatkannya. Dia juga memohon kepada si
pembuat obat untuk saparuh harga diambil dari gajinya sebagai apoteker namun,
tetap saja tidak boleh. Pertanyaan saya cuma satu nek”
“Silahkan
dek, bercerita tentang pengalaman hidupmu juga boleh”
“A..e
em terimakasih nek kesempatannya”pemuda tersebut menatap pemilik kedai
canggung.
“Tidak
usah sungkan dek, tempat ini sudah terbiasa menjadi ruang rahasia”ucapnya
dengan mata mengelili ruang kedai sambil tersenyum.
Pemuda
tersebut tersenyum dan melanjutkan mengajukan pertanyaan”baiklah jika begitu
nek”ia menarik nafas lalu bertanya”Menurut nenek apa salah apoteker tersebut
mempunyai pikiran untuk mencuri obat tersebut ?”
“Iya nek, apa maksudnya
?”tanya pemuda tersebut kebingungan dengan pernyataan pemilik kedai yang
tiba-tiba.
“Apa
yang adek bicarakan tentang apoteker tersebut mirip dengan penelitian Lawrence
Kohlberg ia mengarang kisah semacam itu untuk mengukur tingkatan moral
seseorang”
“Kisah
yang dikarang peneliti tersebut hampir sama dengan apa yang saya ceritakan ?”
“Iya
dek hanya saja beda tujuan”pemilik kedai tersenyum misterius kearah pemuda
tersebut. Di sela percakapan mereka, hujan masih turun suasana hening beberapa
detik hingga pemilik kedai mulai berbicara lagi” Kohlberg mengarang kisah itu
untuk mengukur moral seseorang sementara adek menanyakan apakah salah apoteker
tersebut mempunyai pemkiran mencuri obat”
“Iya
saya menanyakan pemikiran tindakan pencurian itu”pemuda tersebut berbicara
masih dengan jari yang bergerak cemas di atas meja.
Pemilik
kedai tersenyum memegang tangan pemuda tersebut berusaha menenangkan, setelah
mengusapnya dengan perlahan pemilik kedai menggeser lilin yang berada di
depannya kesamping, dengan tatapan senang dia juga mengepalkan kedua tangannya
di atas meja bersiap mengatakan sesuatu.
“Kau
tau wahai anak muda, tuhan selalu memberikan kesempatan kepada kita. Mempunyai
niat baik namun tidak sempat kita realisasikan itu sudah dicatat sebagai suatu
amal terlebih lagi jika dilakukan tentu akan dapat deoble”ucapnya sambil mengangkat
dua jari lalu berbicara kembali”namun niat keburukan tidak akan ia catat
sebelum melakukannya”
Mendengar
hal itu sontak seketika pemuda itu menangis ia mulai tertunduk dan tak kuasa
menahan kesedihannya. Pemilik kedai hanya menatapnya dengan rasa iba hujan diluar
mulai reda namun pilu air mata pemuda tersebut baru menetes deras.
“Maafkan
saya nek, saya tidak berniat menceritakan kebohongan”pemuda berkata di sela
tangisannya.
“Kau
berkata tadi masih ada urusan di rumah sakit tetapi hal sebenarnya ibumu sedang
dirawat di rumah sakit, benar begitu bukan ?”
Pemuda
tersebut hanya menjawab dengan anggukan ia menenggelamkan wajahnya di kedua
telapak tangganya sambil terisak. Pemilik kedai hanya diam menatapnya beberapa
saat, menunggu pemuda tersebut sedikit tenang dan mulai menyerbu lagi dengan
pernyataan yang seolah-olah ia sudah tau dengan keadaan pemuda tesebut sejak
awal.
“Tentu
saja si apoteker itu adalah kamu ada niatan mencuri di hati kecilmu targetnya
apotek sebelah. Namun kamu ragu untuk melakukannya ketika kamu melihat kedai
teh ini terang oleh lilin ”
Tangisan
pemuda tersebut mulai mereda kini ia menampakkan wajahnya kembali, matanya
memerah dan sembab karena tangisannya. Pemandangan keputusasaan dan rasa
bersalah termpampang jelas didepan pemilik kedai.
“Kegelapan
memang menjadi sebuah ruang bagi tindak kejahatan”ucap pemilik kedai sambil
menerawang ke luar jendela dengan keadaan jalanan yang masih gelap gulita.
Sepersekian
detik seketika cahaya memancar ke setiap sudut ruangan kedai, lampu-lampu jalan
mulai terang kembali setiap toko di seberang kedai mulai menampakan bentuknya
karena cahaya lampu. Pemilik kedai berkata “Pemadaman lampu berakhir”
“Cerita
saya pun telah usai”sambil menegakkan kepalanya kembali pemuda tersebut menatap
pemilik kedai.
“Saya
tidak tau separah apa keadaan ibumu, disini hanya do`a yang bisa saya lakukan,
dan jangan lupa wahai anak muda tidak ada sandaran yang paling tepat selain
sang pencipta”
“Terima kasih nek telah mendengar cerita
saya”
“Sudah
saya katakan tadi tempat ini sudah biasa menjadi ruang rahasia”pemuda itu tertawa
kecil mendengar penyataan tersebut. Pemuda tersebut berdiri dan bersiap untuk
pergi.
“Bagaimanapun
juga sekali lagi terimakasih”
“Adek
sudah mau pergi ?”
“Iya
nek ini sudah semakin malam, berapa semuanya nek ?”ucap pemuda tersebut sambil
mengambil jas hujannya.
“Malam
ini saya gratiskan”
“Benarkah
nek ?”
Pemilik
kedai membalasnya dengan anggukan saja.
“Sekali
lagi terimakasih nek, terimakasih”ucap pemuda tersebut dan membungkukkan badan beberapa
kali.
Beranjak
pergi menjauh pemuda tersebut mulai mendekati pintu, pemilik kedai tetap
menatapnya. Sampai di depan pintu pemuda itu menghentikan langkahnya dan
membalikkan badan sambil tersenyum dia berkata”saya pasti akan berkunjung lagi
nek”lalu melangkah keluar menjauh.
“Kamu
hanya akan melihat kedai ini sekali saja anak muda”
_Bersambung_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar