Kedai Teh Kehidupan : Dilema Heinz ( Bagian 4 ) - Pesan Sebuah Karya

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 19 Februari 2023

Kedai Teh Kehidupan : Dilema Heinz ( Bagian 4 )

  




Sinopsis :

Kedai teh kecil yang dikelola seorang wanita tua bukan kedai biasa, sebab hanya orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Sekelumit kisah hidup pelanggan yang berbaur dengan secangkir teh, satu tegukan saja akan mampu membuat orang jujur dan menyibak sisi kelam dirinya.


Kedai Teh Kehidupan : Dilema Heinz

Suara gemuruh petir bersahut-sahutan diiringi dengan derasnya hujan hingga seluruh jalan dibasahi oleh genangan air. Suasana jalan pinggir kota sepi mengingat malam bertambah larut toko maupun cafe yang biasa terang kini tidak menampakkan cahaya sedikitpun, ditambah dengan kondisi cuaca buruk hingga tak ada cahaya lampu. Jalanan yang biasanya ramai kini sepi hanya sedikit orang di jalan setapak berlalu lalang.

Di sebarang jalan kedai teh seseorang dengan jas hujan bertudung mendekat ke arah kedai. Cahaya remang-remang bongkahan lilin dari kaca kedai mengalihkan perhatiaan orang tersebut, hingga ia melangkahkan kakinya dengan pasti menuju arah kedai. Sampai di depan pintu masuk ia melepaskan tudungnya menampakkan wajah lelaki muda dengan kulit putih pucat gemetar karena kedinginan.

Dia menanggalkan jas hujan yang dikenakannya dan masuk kedalam, pemilik kedai langsung menghampirinya.

“Adek kehujanan mari duduk”ucap pemilik kedai, wajah khawatirnya diterangi satu lilin yang ia pegang.

“Terimakasih nek saya lihat hanya kedai teh ini yang buka. Saya berniat menghangatkan badan sebentar”lelaki tersebut mengikuti pemilik kedai sambil menjelaskan keadaannya.

“Silahkan bernaung di sini sebentar,  pesan teh apa ?”tawar pemilik kedai menyodorkan buku menu yang ada di meja pelanggan.

Pemuda tersebut melihat buku menu dan mulai memesan”Saya ingin roti bakar madu satu nek, untuk tehnya terserah”

“Baik sebentar ya dek”

Mata pemuda tersebut bergerak meliat setiap inci ruang kedai teh yang di dominasi oleh lapisan kayu”Jika saja tulisan kedai teh di luar itu tidak ada, orang akan berpikir kedai ini tokoh barang antik”ia bergumam kecil.

Tak lama kemudian pemilik kedai tiba dengan nampan yang ia pegang, tangannya bergerak meletakkan secangkir teh lalu roti di atas meja.

“Wah.. warna teh ini merah belum pernah saya melihat yang seperti ini”mata pemuda tersebut menatap kagum air seduhan teh di dalam cangkir.

“Itu adalah teh merah atau bisa juga disebut dengan teh hitam, ini akan membantu adek untuk menghangatkan badan”ucap pemilik kedai sedangkan pemuda tersebut mengangguk-nganggukkkan kepalanya mendengar penjelasan.

Tak ingin menunggu teh itu dingin pemuda tersebut langsung meminumnya dan membenamkannya cukup lama di bibirnya hingga tidak tersisa setetespun di dalam cangkir.

 “Benar menghangatkan dan..”pemuda tersebut menggantungkan ucapannya dengan muka sedikit keheranan.

“Jika tidak ada yang dibutuhkan saya permisi dek”ucap pemilik kedai menyela.

“Tunggu nek”

“Iya ?”

“Emm saya rasa e.. saya butuh teman untuk bercerita, jika nenek berkenan bisa temani saya di sini”pintanya dengan sedikit tergagap.

“Baiklah boleh”pemilik kedai menyetujui permintaan tersebut ia tersenyum dan melanjutkan perkataannya”sepertinya ada banyak hal yang adek ingin ceritakan”

Pemilik kedai duduk di depan pemuda tersebut, ia mengangkat teko dan mengisikan ulang teh ke dalam cangkir pemuda tersebut.

“Terimakasih nek”

“Adek bekerja sebagai OB ya ?”

“A.. iya nek” jawab pemuda tersebut sambil melihat kaos seragam kerjanya.

“Sampai larut malam kerja dek ?”

“Iya nek sekaligus ada beberapa hal yang harus saya lakukan di rumah sakit”

“Bukankah melelahkan bekerja sampai malam dek ?”

“Ya mau bagimana lagi nek semua demi ibu saya”pemuda tersebut terseyum getir sambil menundukkan kepalanya lalu seketika ia melemparkan pertanyaan kepada pemilik kedai”saya punya pertanyaan nek dan inggin mendengar pendapat nenek boleh kan ?”

“Tentu saja boleh”

“Begini nek saya mempunyai seorang teman, dia bekerja sebagai apoteker  suatu ketika dia meghadapi kenyataan bahwa ibunya mengalami penyakit keras dan dokter mengatakan umurnya tidak akan lama lagi. Akan tetapi bertepatan dengan itu rekan kerjanya mengatakan bahwa ada pembuatan obat baru harganya sangat mahal, dan kebetulan obat itu khusus untuk penyakit seperti yang di derita ibu apoteker itu em..”pemuda tersebut menggantungkan ucapannya ragu untuk melanjutkan ceritanya.

“Lalu setelah itu ?”tanya pemilik kedai.

Jari pemuda tersebut bergerak cemas dia meraih teh didepannya dan meneguknya degan cepat mengatasi rasa gugupnya, hingga ia mulai bercerita lagi”Emm.. begini nek si apoteker hanya punya uang separuh harga obat tersebut, dia sudah mencari kemanapun uang tambahan namun tidak kian mendapatkannya. Dia juga memohon kepada si pembuat obat untuk saparuh harga diambil dari gajinya sebagai apoteker namun, tetap saja tidak boleh. Pertanyaan saya cuma satu nek”

“Silahkan dek, bercerita tentang pengalaman hidupmu juga boleh”

“A..e em terimakasih nek kesempatannya”pemuda tersebut menatap pemilik kedai canggung.

“Tidak usah sungkan dek, tempat ini sudah terbiasa menjadi ruang rahasia”ucapnya dengan mata mengelili ruang kedai sambil tersenyum.

Pemuda tersebut tersenyum dan melanjutkan mengajukan pertanyaan”baiklah jika begitu nek”ia menarik nafas lalu bertanya”Menurut nenek apa salah apoteker tersebut mempunyai pikiran untuk mencuri obat tersebut ?”

“Iya nek, apa maksudnya ?”tanya pemuda tersebut kebingungan dengan pernyataan pemilik kedai yang tiba-tiba.

“Apa yang adek bicarakan tentang apoteker tersebut mirip dengan penelitian Lawrence Kohlberg ia mengarang kisah semacam itu untuk mengukur tingkatan moral seseorang”

“Kisah yang dikarang peneliti tersebut hampir sama dengan apa yang saya ceritakan ?”

“Iya dek hanya saja beda tujuan”pemilik kedai tersenyum misterius kearah pemuda tersebut. Di sela percakapan mereka, hujan masih turun suasana hening beberapa detik hingga pemilik kedai mulai berbicara lagi” Kohlberg mengarang kisah itu untuk mengukur moral seseorang sementara adek menanyakan apakah salah apoteker tersebut mempunyai pemkiran mencuri obat”

“Iya saya menanyakan pemikiran tindakan pencurian itu”pemuda tersebut berbicara masih dengan jari yang bergerak cemas di atas meja.

Pemilik kedai tersenyum memegang tangan pemuda tersebut berusaha menenangkan, setelah mengusapnya dengan perlahan pemilik kedai menggeser lilin yang berada di depannya kesamping, dengan tatapan senang dia juga mengepalkan kedua tangannya di atas meja bersiap mengatakan sesuatu.

“Kau tau wahai anak muda, tuhan selalu memberikan kesempatan kepada kita. Mempunyai niat baik namun tidak sempat kita realisasikan itu sudah dicatat sebagai suatu amal terlebih lagi jika dilakukan tentu akan dapat deoble”ucapnya sambil mengangkat dua jari lalu berbicara kembali”namun niat keburukan tidak akan ia catat sebelum melakukannya”

Mendengar hal itu sontak seketika pemuda itu menangis ia mulai tertunduk dan tak kuasa menahan kesedihannya. Pemilik kedai hanya menatapnya dengan rasa iba hujan diluar mulai reda namun pilu air mata pemuda tersebut baru menetes deras.

“Maafkan saya nek, saya tidak berniat menceritakan kebohongan”pemuda berkata di sela tangisannya.

“Kau berkata tadi masih ada urusan di rumah sakit tetapi hal sebenarnya ibumu sedang dirawat di rumah sakit, benar begitu bukan ?”

Pemuda tersebut hanya menjawab dengan anggukan ia menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangganya sambil terisak. Pemilik kedai hanya diam menatapnya beberapa saat, menunggu pemuda tersebut sedikit tenang dan mulai menyerbu lagi dengan pernyataan yang seolah-olah ia sudah tau dengan keadaan pemuda tesebut sejak awal.

“Tentu saja si apoteker itu adalah kamu ada niatan mencuri di hati kecilmu targetnya apotek sebelah. Namun kamu ragu untuk melakukannya ketika kamu melihat kedai teh ini terang oleh lilin ”

Tangisan pemuda tersebut mulai mereda kini ia menampakkan wajahnya kembali, matanya memerah dan sembab karena tangisannya. Pemandangan keputusasaan dan rasa bersalah termpampang jelas didepan pemilik kedai.

“Kegelapan memang menjadi sebuah ruang bagi tindak kejahatan”ucap pemilik kedai sambil menerawang ke luar jendela dengan keadaan jalanan yang masih gelap gulita.

Sepersekian detik seketika cahaya memancar ke setiap sudut ruangan kedai, lampu-lampu jalan mulai terang kembali setiap toko di seberang kedai mulai menampakan bentuknya karena cahaya lampu. Pemilik kedai berkata “Pemadaman lampu berakhir”

“Cerita saya pun telah usai”sambil menegakkan kepalanya kembali pemuda tersebut menatap pemilik kedai.

“Saya tidak tau separah apa keadaan ibumu, disini hanya do`a yang bisa saya lakukan, dan jangan lupa wahai anak muda tidak ada sandaran yang paling tepat selain sang pencipta”

“Terima kasih nek telah mendengar cerita saya”

“Sudah saya katakan tadi tempat ini sudah biasa menjadi ruang rahasia”pemuda itu tertawa kecil mendengar penyataan tersebut. Pemuda tersebut berdiri dan bersiap untuk pergi.

“Bagaimanapun juga sekali lagi terimakasih”

“Adek sudah mau pergi ?”

“Iya nek ini sudah semakin malam, berapa semuanya nek ?”ucap pemuda tersebut sambil mengambil jas hujannya.

“Malam ini saya gratiskan”

“Benarkah nek ?”

Pemilik kedai membalasnya dengan anggukan saja.

“Sekali lagi terimakasih nek, terimakasih”ucap pemuda tersebut dan membungkukkan badan beberapa kali.

Beranjak pergi menjauh pemuda tersebut mulai mendekati pintu, pemilik kedai tetap menatapnya. Sampai di depan pintu pemuda itu menghentikan langkahnya dan membalikkan badan sambil tersenyum dia berkata”saya pasti akan berkunjung lagi nek”lalu melangkah keluar menjauh.

“Kamu hanya akan melihat kedai ini sekali saja anak muda”

_Bersambung_

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar