Kedai Teh Kehidupan : Puncak ( Bagian 3 ) - Pesan Sebuah Karya

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 19 Februari 2023

Kedai Teh Kehidupan : Puncak ( Bagian 3 )

 



Sinopsis :

Kedai teh kecil yang dikelola seorang wanita tua bukan kedai biasa, sebab hanya orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Sekelumit kisah hidup pelanggan yang berbaur dengan secangkir teh, satu tegukan saja akan mampu membuat orang jujur dan menyibak sisi kelam dirinya.

Kedai Teh Kehidupan : Puncak

Seorang pria dengan setelan jas rapi berdasi keluar dari kedai teh dengan raut wajah yang kesal, terlihat ia memasuki mobil mercedes benz miliknya lalu pergi meninggalkan kedai tersebut. Samar-samar dari balik kaca nampak pemilik kedai menghela nafas sambil menggelengkan kepala. Hingga suara lonceng berbunyi dan menampakkan sosok laki-laki paru baya bertubuh kurus kecil dengan topi baret yang dikenakannya.

“Lama tidak berjumpa kawan”sapanya kepada pemilik kedai sambil merentangkan kedua tangannya.

Melihat hal tersebut pemilik kedai tak kala sumringa dan menyambut laki-laki paru baya itu yang ternyata adalah rekan lamanya.

“Antoni benarkah itu kau ?”

“Tentu saja”jawab Antoni sambil mengangkat kedua bahunya.

“Bagaimana kabar kamu ? Sudah lama sejak kamu pindah ke kedai cabang”

“Sebelum itu bukankah kau harus menawarkan secangkir teh”ucapnya sambil duduk menyilangkan kaki.

“Baiklah-baiklah Antoni rekan lamaku”seru pemilik kedai sambil tertawa.

Selang beberapa menit pemilik kedai datang dengan satu nampan yang berisikan teko dan satu cangkir teh.

“Hmm sepertinya catatan di buku ini lumayan hampir penuh”dengan seksama lelaki paru baya itu melihat buku hijau pemilik kedai.

“Seperti itulah manusia datang dan pergi sesuka hati mereka ke tempat ini”

“Begitu pula dengan kedai cabang tidak ada perubahan sama seperti pertama kali kita mengelola kedai ini”

“Namun orang yang tadi keluar dari kedai sedikit berbeda Antoni”

“Benarkah ? laki-laki dengan setelan rapi itu tadi, ya.. aku sempat berpapasan di depan terlihat dari sorot matanya hanya kegelapan”

“Ya kau benar tidak ada rasa penyesalan dan tidak ingin menerima kesempatan”

Tatapan lelaki tersebut mengarah kepada miniatur piramida kecil yang berada di meja resepsionis.

“Miris rasanya jika melihat batu-batu besar piramida mesir tersusun menjulang ke atas hasil dari jerih payah pekerja demi memenuhi keinginan raja zalim dengan kesombongannya yang berniat menantang yang maha kuasa”

Pemilik kedai menoleh ke belakang mengikuti arah pandangan laki-laki tersebut.

“Piramida itu ? ya.. memang benar para pekerja yang kelaparan dibawah tandusnya padang pasir akibat dari keegoisan seorang raja yang telah dikenal kisahnya di seluruh penjuru dunia”pemilik kedai berbalik menatap lelaki yang duduk di depannya dan memberikan pernyataan mengejutkan”Kau tau aku melihat jiwa keji raja itu ada di dalam tuan muda ber jas tadi”

Membelalakkan mata seketika lelaki itu mengurungkan niatnya untuk meminum teh dan mencondongkan tubuhnya kedepan menandakan ketertarikan. “Benarkah ?”

“Ya tentu benar dengan penglihatanku dan kamu juga melihatnya tadi dari sorort matanya”

“Memang benar matanya hanya memancarkan kegelapan saja, namun apakah masi ada bentukan manusia seperti raja tersebut di masa sekarang ini. Terlebih lagi tindakan apa yang akan diberikan oleh yang maha kuasa kepadanya”lelaki paru baya itu sedikit ketakutan dan menerawang mengingat azab yang diberikan kepada Fir`aun seorang raja yang mereka bicarakan.

“Aku telah memperingatkannya namun sikap buruknya telah menutup seluruh hatinya”

“Dosa besar menjadi landasan kefatalan perilaku manusia, jika mengingat azab yang diperoleh oleh Fir`aun bukankah cukup membuat kita bergidik ngeri”

“Aku berharap dia sadar dan menerima kesempatan sama seperti ia melihat kedai ini disitulah peluang terbuka lebar baginya, namun apabila tidak ia gubris peringatanku tadi maka terlabat sudah sama seperti kesadaran Fir`aun di ujung ajalnya”

“Apakah kesalahan yang ia perbuat cuku fatal”tanya lelaki tersebut yang di susul dengan anggukan pelan pemilik kedai sebagai jawaban.

_Bersambung_


Tidak ada komentar:

Posting Komentar