Kedai Teh Kehidupan : Topeng-topeng Kehidupan ( Bagian 2 ) - Pesan Sebuah Karya

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Jumat, 17 Februari 2023

Kedai Teh Kehidupan : Topeng-topeng Kehidupan ( Bagian 2 )




Sinopsis :

Kedai teh kecil yang dikelola seorang wanita tua bukan kedai biasa, sebab hanya orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Sekelumit kisah hidup pelanggan yang berbaur dengan secangkir teh, satu tegukan saja akan mampu membuat orang jujur dan menyibak sisi kelam dirinya.

Kedai Teh Kehidupan : Topeng-topeng Kehidupan ( Bagian 2 )

Mesin ketik antik yang bertengger di atas dipan kayu diperlakukan dengan kasih sayang layaknya seorang anak oleh tuannya. Pemilik kedai dengan kain di tangan yang menyapu debu  koleksi barang antik di kedai tehnya. Hal tersebut sudah menjadi kegiatan biasa bagi pemilik kedai sebab jarang ada pelanggan yang datang, lebih tepatnya orang tertentu saja yang bisa datang.

Brak!

Suara pintu tertutup dengan keras hingga mengalahkan lonceng yang menempel sampai tidak terdengar, yang membuat terkejut pemilik kedai adalah sosok gadis remaja SMA dengan seragam sekolahnya bersebunyi dabalik tembok sambil mengintip lewat pintu kaca yang dia lewati tadi. Dengan nafas yang tersenggal-senggal dan menghantamkan badannya ke tembok sedikit kesal, gadis tersebut terlihat sedang menghindar dari seseorang.

Sampai pemilik kedai menghampirinya”Ada apa nona ?”

Gadis itu kaget dengan kehadiran pemilik kedai, sambil memegang dadanya yang kembang-kempis karena lari dan tergesa-gesa. Dia membetulkan nafas untuk memulai berbicara. “Maaf nek saya masuk sembarangan”

“Tidak papa nona, sepertinya nona kelelahan. Di sini kedai teh jika berkenan untuk memesan saya akan persiapkan” tawaran nenek tersebut disambut hangat oleh gadis remaja itu mengiyakan dengan cara mengangukkan kepalanya”boleh nek, sediakan teh apapun yang enak”

“Silahkan nona cari tempat duduk yang nyaman”

Gadis tersebut mengarah ke tempat duduk di pojokan kedai yang sedikit tertutup, langkahnya terhenti karena sebuah lukisan telah mencuri pehatianya. Dia mendekat matanya takjub oleh sebuah karya yang mungkin bagi sebagian orang terlihat ngeri sebab sosok-sosok muka bertopeng dalam kanvas. Tangannya mulai meraba karya goresan sang seniman, hingga pemilik kedai datang menghentikan tatapan takjubnya.

“Nona menyukai lukisan ?”

“Iya nek, apalagi karya sang pelukis kerbau”mengiyakan dengan tangan menunjuk lukisan tersebut.

Keduanya beranjak menjauh dari lukisan itu, hingga tiba di pojok ruangan pemilik kedai meletakkan cangkir teh”Ini nona teh melati atau bisa disebut juga dengan molicha, teh ini populer di daerh Cina bagian utara”

Gadis SMA berambut panjang hitam legam itu hanya menganggukkan kepala mendengar pernyataan pemilik kedai, namun dia lebih penasaran dengan lukisan yang terpajang di kedai tersebut. “Nek ada yang ingin aku tanyakan, bisa kan temani saya di sini”pintanya sambil melirik lukisan yang tadi dilihatnya.

“Boleh saja nona”

“Nek, kenapa lukisan itu bisa ada disini bukankah itu jenis lukisan yang sulit di dapat”suaranya terdengar antusias.

“Maksud nona lukisan karya Affandi itu, tentu saja dengan membelinya”

“Nenek membeli lukisan yang harganya selangit itu wah..”decakan kagum tak henti-henti terlontar dari bibir tipis miliknya.

“Saya lihat nona bukan hanya pengagum lukisan tetapi juga seorang pelukis”

Gadis remaja tersebut dengan tatapan herannya bertanya”Bagaimana nenek bisa tau ?”

“Awalnya saya mengira cat yang berada di kuku nona adalah kutek, akan tetapi dilihat lagi seperti cat untuk melukis”

 “Nenek jeli sekali, aku bukan pelukis nek lebih tepatnya sedang belajar. Untuk pemula sepertiku belum bisa dikatakan sebagai pelukis, seorang seniman Affandi walupun sudah terkenal menyebut dirinya sebagai seniman kerbau dalam artian dia merendahkan diri. Ia sering mengatakan bahwa ia lebih pantas disebut sebagai tukang gambar”

“Semoga kelak nona bisa menghasilkan karya keren seperti lukisan Affandi topeng-topeng kehidupan yang terkenal di tahun 1960an itu”

“Semoga saja”gadis tersebut berharap sambil menatap teh yang ada di depannya, dia mulai meraih cangkir tersebut dan menghirup aroma harum melati lalu meminumnya dengan perlahan.

“O iya apa yang membuat nona tadi tergesa-gesa?”

“A.. tadi itu saya sembunyi dari orang tua, saya merasa beruntung masuk ke dalam kedai ini setidaknya hari ini tidak ke tempat neraka itu”

“Tempat apa di dunia ini yang membuat nona seperti berada di neraka ?”

“Tempat les matematika”terdengar nada kepahitan dalam ucapan gadis SMA itu.

“Bagaimana bisa nona sampai menggabarkannya seperti neraka ?”

“Ya walaupun belajar di ruang ber AC tetap saja dinginnya tidak tembus ke otak, hanya menatap angka-angka rumit yang membuat kepala mendidih. Argh.. membayangkannya saja membuat jengah”setelah mengeluh gadis tersebut meminum teh yang tersisa terdiam sebentar dan melanjutkan ceritanya”Saya juga ingin pintar seperti kakak saya. Membuat orang tua bangga dengan bakat yang dimiliki sungguh kepintarannya membuat saya iri”

“Bukankah nona juga memiliki bakat dan itu sudah nyata ada di dalam diri nona, melukis benar bukan ?”

“Itu benar nek tapi bakat itu tidak diakui oleh orang tua saya, bakat seperti kakak sayalah yang diinginkan mereka. Hal itulah yang membuat saya merasa tidak punya apa-apa”

“Seharusnya nona bersyukur dengan kelebihan nona, bahkan dengan sepatu yang nona kenakan”

“Perihal itu saya sudah sering mendengarnya nek, bersyukur dengan seragam sekolahmu, tas mu dan sepatumu karena banyak orang disana ingin mendapatkan kesempatan itu”selepas ia berbicara tertunduk menghela nafas berat seakan-akan perkataan semacam itu sering didengarnya.

“Bukan hanya itu, sepatu yang nona kenakan patut disyukuri karena di luar sana ada orang tidak memiliki kaki”

Deg! Pernyataan tersebut membuat gadis SMA itu mengangkat kepalanya, seketika dia tertunduk kembali”Orang tua saya menuntut saya untuk menjadi bintang seperti kakak, sementara saya tidak mampu sesekali rasa iri juga hadir ingin bakat itu rasanya saya curi”

“Setiap orang memiliki waktu kesempatan untuk bersinar tersendiri nona, seperti bintang dan bulan di malam hari dan matahari di siang hari. Bakat yang nona punya bisa jadi adalah bakat impian orang diluaran sana yang tidak mampu malakukannya”

Gadis tersebut tersenyum hangat mendengar perkataan pemilik kedai”Nenek benar, dan saya merasa bersyukur bisa kesini menceritakan keluh kesah dimana tidak ada orang lain yang mendengar”ucapnya sembari melihat sekitar kedai yang sepi.

“Menjadi kelemahan manusia iri dan serakah karena ketidakmampuannya menghalau bisikan setan, sama seperti lukisan topeng-topeng kehidupan tadi”ucap pemilik kedai tersebut.

“Nenek benar, satu objek potret diri di tengah yang dikelilingi oleh topeng-topeng sebagai perwujudan bisikan jahat merepresentasikan manusia dikelilingi oleh godaan sehingga bisa saja menutupi hati dari kebenaran. Wah.. ternyata nenek juga paham karya seni”senyuman lebar kembali terukir di wajah cantik gadis itu seketika matanya menatap pemilik kedai dengan tatapan tak asing”Nenek sepertinya mirip dengan almarhumah nenek saya”

“Benarkah ?”

“Iya nek, dan terimakasih juga sudah mendengar cerita saya”

“Sama-sama nona, o iya nona tunggu disini sebentar”pemilik kedai berdiri dan pergi ke meja respsionis membuka buku hijau favoritnya lalu menuliskan sesuatu. Selepas itu ia kembali mendekat membawa sesuatu dan meletakkannya di atas meja. Satu tangkai daun hijau dengan empat kelopak daun terlihat manis bertengger diatas meja kayu. “Daun ini untuk nona?”

“Bukankah ini daun semanggi nek ?”

“Iya benar nona”

“Untuk apa daun ini nek ?”tanya gadis trsebut sambil mengambil daun semanggi itu.

“Jika nona menyadari suatu hal, nona bisa kembali ke tempat ini”

_Bersambung_

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar